Mengenal Pengertian, Dalil, dan Hukum dari I'tikaf

By. Aditya Reyhan Y W - 07 Nov 2023

Bagikan:

 img

webplus.id - Melaksanakan ibadah i’tikaf adalah salah satu ibadah yang amat dianjurkan untuk dikerjakan, terlebih di bulan Ramadhan. Rasulullah SAW terbiasa menjalankannya, khususnya di 10 hari terakhir Ramadhan. Namun bukan berarti i’tikaf hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan saja. Di luar bulan Ramadhan pun, i’tikaf tetap disyariatkan untuk dikerjakan.

Pengertian I’tikaf

Secara bahasa, i’tikaf (الاعتكاف) berasal dari bahasa arab ‘akafa (عكف), yang bermakna al-habsu (الحبس) atau memenjarakan. Allah – ta’ala – menggunakan istilah ‘akafa dalam bentuk ma’kufa (معكوفا) dalam salah satu ayat al-Quran dengan makna menghalangi.

هُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَصَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ وَٱلْهَدْىَ مَعْكُوفًا أَن يَبْلُغَ مَحِلَّهُۥ

Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidilharam dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan) nya.

(QS. Al-Fath : 25)

Baca juga: Beberapa Adab Menasehati Orang Lain dalam Islam

Sedangkan dalam ilmu fiqih, definisi i’tikaf adalah berdiam di dalam masjid dengan tata cara tertentu dan disertai niat. Pada hakikatnya ritual i’tikaf tidak lain adalah shalat di dalam masjid, baik shalat secara hakiki maupun secara hukum.

Yang dimaksud shalat secara hakiki adalah shalat fardhu lima waktu dan juga shalat-shalat sunnah lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan shalat secara hukum adalah menunggu datangnya waktu shalat di dalam masjid. Sebagaimana sabda Nabi SAW

Dari Abu Hurairah: Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – bersabda: Dan jika seorang hamba shalat (di masjid), malaikat akan senantiasa mendoakannya selama ia berada di dalam masjid, ”Allahumma sholli ’alihi, Allahuma irhamhu,” dan dia masih terhitung shalat (pahalanya sama seperti shalat), selama menunggu waktu shalat lainnya.

(HR. Bukhari)

I’tikaf adalah ibadah penyerahan diri kepada Allah – ta’ala -, dengan cara memenjarakan diri di dalam masjid, dan menyibukkan diri dengan berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di dalamnya. Di mana ia memiliki misi, untuk berupaya menyamakan dirinya layaknya malaikat yang tidak bermaksiat kepada Allah, mengerjakan semua perintah Allah, bertasbih siang malam tanpa henti.

Para ulama sepakat bahwa praktek i’tikaf disyariatkan di dalam Islam. Sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan Sunnah.

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud

(QS. Al-Baqarah: 125)

Baca juga: Ibnu Athaillah: Beribadah dan Berusaha Harus Seimbang

Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama sepakat bahwa hukum asal dari i'tikaf adalah sunnah. Bahkan menurut Mazhab Hanafi, hukum beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, bagi penduduk satu kawasan, secara kolektif adalah sunnah kifayah. Dalam arti, jika di suatu kawasan sudah ada sejumlah orang yang melakukan i’tikaf, maka yang tidak beri’tikaf ikut mendapatkan pahalanya.

Namun hukum beri’tikaf dapat berubah menjadi wajib, apabila seseorang bernazar untuk melakukannya, sebagai bentuk permohonan atas suatu permintaan kepada Allah SWT.

Dari Aisyah ra: Nabi SAW bersabda: “Siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka taatilah Dia. Dan siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya, maka jangan lakukan.”

(HR. Bukhari)

Dari Umar bin Khattab ra, ia berkata: “Ya Rasulallah, Aku pernah bernazar pada masa jahiliyyah, untuk melakukan i’tikaf satu malam di masjid al-Haram.” Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – menjawab: “Tunaikan nazarmu, dan beri'tikaf lah semalam.” 

(HR. Bukhari)

Baca juga: Perintah dan Dorongan bagi Muslim untuk Bekerja dan Berusaha




Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp