webplus.id - Kewajiban mendatangi Ka'bah Jemaah haji wajib datang ke Ka’bah untuk melakukan thawaf, baik tawaf umrah, tawaf qudum, tawaf ifadhah, thawaf wada‟ maupun thawaf nadzar. Thawaf tidak sah kecuali dengan mengelilingi Ka‟bah. Menurut Sayyid Quthb, manusia datang dari berbagai penjuru bumi berbondong-bondong mendatangi Ka'bah, sebab rindu untuk melihatnya dan thawaf mengelilinginya.
Setelah selesai melaksanakan thawaf, kedatangan jemaah ke Ka'bah bersifat anjuran, seperti untuk melaksanakan i'tikaf,shalat maupun tawaf sunah. Dengan demikian, jemaah yang telah menyelesaikan tawaf rukun, tidak ada lagi kewajiban mendatangi Ka'bah.
Keutamaan shalat di Masjidil Haram Shalat di Masjidil Haram memiliki kemuliaan karena pahalanya dilipatgandakan hingga seratus ribu kali lipat dibanding dengan shalat di tempat lain sebagaimana hadits Nabi:
Baca juga: Mengenal Tentang Tasamuh dalam Islam
Artinya: Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda; Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu shalat di tempat yang lain, kecuali Masjidil Haram, dan shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada seratus ribu shalat di tempat yang lain.
(HR. Ibnu Majah dar Jabir RA)
Keutamaan tersebut telah memotivasi jemaah sehingga berbondong-bondong mendatangi Masjidil Haram, siang maupun malam. Bahkan mereka berusaha datang ke Masjidil Haram dalam kondisi apapun, untuk mendapatkan pahala shalat itu.
Meninggalkan shalat di Masjidil Haram Meski pahala shalat di Masjidil Haram dilipatkan 100.000 kali dibanding shalat di masjid lain, namun demikian shalat berjamaah di Masjidil haram hukumnya sunnah. Jemaah yang tidak melaksanakan shalat berjamaah di Masjidil Haram tidak berdosa, khususnya jemaah yang memiliki keterbatasan karena sakit, lansia dan risti, atau karena sebab lain.
Shalat berjamaah bisa dilakukan dimana saja di tanah haram baik di hotel atau di masjid terdekat. Mereka tetap mendapatkan keutamaan pahala shalat sebagaimana di masjidil haram, sebab seluruh tanah haram adalah Masjidil Haram sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas sebagai berikut;
غَنِ ابْنِ غَبَاسٍ، قَالَ:"امْحَرَمُُكَُوُ: امْمَسْجِدُامْحَارَمُ"
Artinya; Dari Ibnu Abbas berkata; tanah haram seluruhnya adalah Masjidil Haram.
Imam at-Thabari, menjelaskan, ketika Rasulullah Saw melakukan isra’, beliau tidur di rumah Ummi Hani‟ binti Abi Thalib. Namun dalam surah al-Isra‟[17]:1, disebutkan bahwa perjalanan itu dimulai dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa. Hal ini bermakna seluruh tanah haram adalah Masjid.
Ketika Rasulullah Saw melaksanakan haji wada’, dan saat tiba di Makkah, setelah selesai tawaf dan sa’i, beliau menunggu haji dengan tinggal di Abtah. Selama di Abthah, beliau tidak pernah ke Ka’bah hingga selesai wukuf di Arafah.
Perbuatan Nabi ini dijadikan dasar oleh para ulama bahwa seluruh tanah haram Makkah memiliki keutamaan sebanding dengan Masjidil Haram. Nabi Saw selama di Makkah tinggal di Hujun atau Abthah berdasarkan hadits sebagai berikut
Artinya; …Kemudian beliau tinggal di bagian atas Makkah pada al-Hajun, sementara beliau telah berihram haji. Beliau tidak pernah mendekati Ka’bah selesai tawaf hingga kembali dari Arafah.
(HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas ra.)
Baca juga: Inilah Keutamaan Melakukan Muhasabah Diri
Nabi tinggal di Abthah sebelum haji selama empat hari, yaitu pada hari Ahad, Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Kamis, beliau meninggalkan Makkah menuju Arafah dengan terlebih dulu singgah di Mina. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas ra. sebagai berikut;
Artinya; Dari Ibnu Abbas Ra berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw singgah di Abthoh, di dekat Makkah bermukim bersama para sahabat selama empat hari; Ahad, Senin, Selasa dan Rabu. Setelah selesai haji, Nabi Saw juga tidak tinggal di Makkah. Ketika beliau telah menyelesaikan mabit di Mina pada hari tasyriq ketiga (nafar tsani), Nabi Saw menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf wada’ dan setelah itu beliau langsung berangkat bersama rombongan kembali ke Madinah.
Berdasar keterangan bahwa seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram, maka shalat di pondokan, di hotel atau di masjid sekitar pondokan, keutamaannya sama dengan shalat di Masjidil Haram. Ini berarti, jemaah yang selalu berada di hotel dan tidak sempat shalat di Masjidil Haram karena udzur juga mendapat keutamaan mengikuti sunnah Rasul Saw dimana selama menunggu haji beliau tidak pernah mendekati Ka'bah.
Penjelasan di atas sangat bermanfaat bagi Jemaah haji lemah dan sakit, sebab meskipun hanya melaksanakan kegiatan ibadah di hotel dan tidak sempat melaksanakan ibadah di Masjidil Haram, namun tetap memiliki keutamaan yang sebanding dengan di Masjidil Haram.
Hal yang sama bisa dipahami berlaku di Madinah. Madinah adalah tanah haram yang keharamannya diproklamirkan oleh Rasulullah Saw. Sedangkan Makkah keharaman diproklamirkan oleh Ibrahim as. Kedua kota tersebut sama-sama berkedudukan sebagai tanah haram.
Oleh karenanya, sangat wajar jika ditarik kesimpulan bahwa jika tanah haram Makkah seluruhnya adalah masjid, bisa juga dimaknai bahwa seluruh tanah haram Madinah juga Masjid. Dengan demikian, bagi Jemaah haji lemah dan sakit yang shalat di hotel ataupun di pelataran Masjid Nabawi akan memiliki keutamaan yang sebanding dengan shalat di Masjid Nabawi.
Atas dasar penjelasan ini, seyogyanya jemaah haji lemah dan sakit tidak memaksakan diri shalat fardhu di Masjidil Haram sehingga bisa berdampak menambah berat sakitnya. Mereka dianjurkan untuk melakukan shalat di masjid terdekat dari pondokan dengan pertimbangan sebagai berikut;
a. Pada musim haji Masjidil Haram sangat padat. Untuk mengurai kepadatan, jalan masuk ke masjid diatur oleh petugas dengan cara memutar-mutar jalan menuju masjid, yang menjadikan jaraknya lebih jauh. Dalam kondisi padat, di dalam masjid juga sulit mendapatkan tempat duduk.
Untuk bisa mendapatkan tempat di dalam masjid diperlukan perjuangan yang sangat menguras tenaga dan melelahkan. Di samping itu, tata ruang di dalam masjid sulit dikenali, lebih-lebih bagi jemaah haji yang baru pertama kali masuk Masjidil Haram. Hal ini sangat beresiko bagi jemaah haji lemah, lansia dan risti.
Karenanya bagi jemaah haji lemah dan risti dianjurkan untuk membatasi kegiatannya di Masjidil Haram sesuai batas kemampuan
b.Kecenderungan jemaah haji merasa lebih senang shalat fardhu di Masjidil Haram. Namun mengingat padatnya jamaah di masjidil haram, sangat dianjurkan bagi jamaah haji yang lemah, lansia dan risti, agar tidak setiap kali shalat dilaksanakan di Masjidil Haram.
Hal ini semata-mata untuk menjaga kesehatannya, agar tidak timbul resiko kelelahan yang cenderung mengakibatkan sakit. Sebagai gantinya, kegiatan shalat atau i'tikaf bagi jamaah haji yang lemah, lansia dan risti, dapat dilakukan di masjid hotel atau masjid terdekat dengan hotel. Sebab shalat di kota Makkah sebagai tanah haram memiliki keutamaan yang sebanding dengan shalat di Masjidil Haram.
Baca juga : Inilah 4 Sumber Hukum Islam